Perlu Kloning Davao ke Kota Lain
Laporan DHIMAS GINANJAR dari Manila
DENGAN pesawat terbang, Kota Davao berjarak hampir dua jam perjalanan dari Manila. Di kota dengan jumlah penduduk 1,6 juta jiwa itulah, Rodrigo Duterte memupuk kesuksesan sebagai pemimpin. Dia berhasil mengubah kota yang dulu sarang kriminal menjadi kota paling aman di Filipina.
Lebih dari 20 tahun Duterte menjadi pemimpin kota dengan semboyan Life is Here tersebut
Selama kampanye menuju Istana Malacanang, dia menegaskan akan tetap menjadi diri sendiri. Gaya dia selama memimpin Davao tidak akan diubah meski menjadi presiden. Bisa jadi, kemenangan Duterte berarti memberikan restu untuk melanjutkan aksinya di seluruh Filipina.
Sikap tegas itu mendapat dukungan anak muda ibu kota Bryan Garcia, 21. Pekerja perusahaan customer care tersebut berharap Mr President bisa mengkloning apa yang diterapkan di Davao ke seluruh Filipina. “Ya, saya ingin itu. Supaya orang-orang di kota lain bisa lebih disiplin,” ucap Bryan.
Bryan mengaku sudah lama kagum akan perubahan yang terjadi di Davao. Dia lantas menyebut beberapa hal yang perlu diterapkan dengan segera. Mulai larangan ketat merokok di tempat umum sampai limit kecepatan kendaraan saat melaju di jalanan.
“Kalau untuk keamanan, sudah mulai diterapkan dan sudah ada hasilnya,” kata dia. Jika melihat Peraturan Kota Davao 30/2013, memang ada berbagai batasan kecepatan berkendara. Berlaku spesifik untuk, dari, dan menuju jalan-jalan tertentu. Kecepatan tertinggi yang diperbolehkan 60 km per jam. Terendah 30 km per jam.
Larangan ngebut itu diharapkan mengurangi pengemudi ugal-ugalan yang sering berujung kecelakaan. Kedisiplinan di jalan diyakini bisa membuat lalu lintas yang padat seperti di Manila lebih baik. “Kemacetan Jumat biasanya sangat parah. Tapi belakangan ini lebih baik. Mungkin karena presiden baru membuat polisi lalu lintas banyak turun di jalan,” kata Janina Chriszel, 25, pengemudi Uber.
Perempuan yang pernah bekerja di perusahaan manufaktur notebook asal Jepang tersebut juga berharap Duterte bisa menularkan kesuksesan Davao ke kota lain. Dia tidak mempermasalahkan kalau upaya membuat Filipina jadi lebih baik itu lewat cara keras. Dia malah tidak setuju kalau Duterte disebut ekstrem.
“Seseorang punya cara sendiri untuk mencapai tujuannya. Saya tidak memilih dia saat pemilu. Tapi, apa yang dilakukannya saat ini keren,” pujinya.
Ada banyak alasan Filipino (sebutan bagi warga Filipina) layak memberikan kesempatan kepada Duterte untuk mempraktikkan kebijakannya. Sherly Anyap, 37, warga asli Davao, sudah merasakan efek positif sentuhan Duterte. Dia menyebut Digong (julukan Duterte) sebagai pemimpin dengan dedikasi tinggi.
“Pemimpin bertangan besi, tapi punya hati yang lembut. Terutama kepada masyarakat miskin dan lanjut usia,” katanya. Sherly juga menyebutkan bahwa Duterte telah menjadi figur yang diidolakan warga Davao. Maka, dia yakin Duterte bisa dicintai lebih banyak orang setelah menjadi presiden.
Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Filipina Hidayatullah Negarawan El Islami yang sudah tiga tahun tinggal di Davao menjelaskan, hidup di kota itu sangat nyaman. Meski ada di Pulau Mindanao yang identik dengan gerakan separatis, keamanan sangat terjamin.
“Selama tinggal di sana tidak pernah mengalami tindak kriminal atau kekerasan,” ucapnya.
Duterte disebutnya merangkul semua elemen, termasuk umat muslim. Karena itulah, 90 persen muslim di Mindanao saat pemilihan umum presiden memilih dia. Banyak kegiatan orang-orang Islam yang juga didukung Duterte. Cara itu yang membuat Davao menjadi nyaman bagi siapa saja.
“Di sana tidak diperbolehkan merokok di jalanan seperti di Indonesia. Kalau mau merokok, harus di tempat khusus atau milik sendiri,” terang mahasiswa Master of Business Administration Universitas Immaculate Conception Davao tersebut. Kata dia, ancaman denda ada di setiap jalanan untuk mengingatkan warga.
Selain itu, keamanan di luar peredaran narkoba maupun obat bius perlu segera diaplikasikan ke kota lain. (*/c9/sof)