Eugene Panji dikenal sebagai sutradara spesialis klip video atau iklan. Sukses tersebut membuat dia tergoda membikin film pertamanya berudul Cita-Citaku Setinggi Tanah (CCST) yang rilis awal Oktober lalu. Banyak cerita dari debutnya itu.
EUGENE Panji membutuhkan waktu 2,5 tahun untuk membuat film pertamanya, Cita-Citaku Setinggi Tanah (CCST), termasuk fase pra produksi. Cukup lama memang. Apalagi jika dibandingkan dengan pekerjaannya selama ini saat membuat klip atau iklan. Bukan karena dia tidak siap menggarap film itu, melainkan cara tidak wajarnya dengan mengajak orang-orang yang belum pernah membuat film bergabung di timnya.
Eugene memang berbeda. Kalau ada yang bilang karya pertama harus perfect dan meminimalisasi risiko, tidak demikian halnya dengannya. Dia memilih mengawali karir sebagai sutradara dengan mengambil langkah penuh risiko tersebut. Meski akhirnya membutuhkan waktu lama dan lebih melelahkan, hasil akhir tetap membuat dia tersenyum. ”Film ini dibuat oleh orang-orang yang belum pernah membuat film,” ujarnya ditemui di SAE Institute F(X) Mal pekan lalu.
Malah, untuk urusan wardrobe baru dia buka lowongan saat di Jogjakarta yang menjadi lokasi syuting. Ketika itu, dia postingdi Facebook sedang membutuhkan wardrobe stylist untuk film CCST. Lantas, ada yang datang kepada dia sambil membawacurriculum vitae. Begitu cocok, Eugene yang juga bertindak sebagai produser itu langsung mengontrak.
Hal yang sama terjadi dengan empat anak pemeran utama film tersebut. Eugene casting pemain baru untuk mendapat peran Jono, Agus, Mei, dan Puji. ”Intinya, kalau kita punya komitmen, kita pasti bisa,” imbuh pria kelahiran 29 Agustus 1973 itu.
Cerita di film pertamanya tersebut sejatinya simpel. Tentang anak-anak yang diberi tugas oleh gurunya untuk membuat artikel berkaitan dengan cita-cita. Yang disorot adalah kisah Agus, bocah miskin yang bercita-cita makan di restoran padang.
Keinginan itu sangat kuat karena setiap hari ibunya yang diperankan oleh Nina Tamam memberinya tahu bacem. Ceritanya mungkin cenderung remeh. Tapi, bagi Eugene, itu justru hal yang sangat menarik. Selama ini kebanyakan film Indonesia mengangkat kisah cinta dengan pemain-pemain keren. Banyak content menarik yang dekat dengan masyarakat, tapi belum pernah diangkat.
Kisah menarik lainnya, setelah mendapat empat tokoh utama itu M. Syihab Imam Muttaqin (Agus), Rizqullah Maulana Daffa (Jono), Iqbal Zuhda Irsyad (Puji), dan Dewi Wulandari Cahyaningrum (Mei), Eugene bertanggung jawab untuk membuat mereka layak menjalankan seni peran. Caranya, mereka disekolahkan ke sekolah akting. Bulan kesembilan Eugene turun sendiri dan hasilnya sudah tampak. Ribet memang. Tapi, dia puas.
”Sebelum hari ini saya juga pernah jadi orang yang tidak bisa apa-apa. Siapa saja pernah bermasalah dengan hari pertama. Tapi, kalau tidak pernah diberi kesempatan, ya selamanya akan begitu saja,” katanya memberikan alasan mengapa tak mau menggunakan aktor jadi.
Setelah film pertamanya berhasil diwujudkan, pria yang berada di balik klip Manusia Bodoh ADA Band itu sempat mengaku kapok membuat film lagi. Sebab, prosesnya bikin pusing jika dibandingkan dengan membuat iklan atau klip. Namun, rasa kapok itu memudar. Dia tidak bisa memungkiri bahwa keruwetan itu justru menjadi candu bagi dirinya.
Saat dirilis, CCST mendapat sanjungan. Eugene berterima kasih. Tapi, bukan hal itu yang membuat dia ingin segera membuat film lagi. Ucapan para senior yang mengatakan karyanya tak berbeda dengan FTV itulah yang menjadi alasan lain dia mau menjadi sutradara film lagi. ”Itu menjadi cambuk bagi saya,” ungkapnya.
Saat ini Eugene menyiapkan film kedua. Konsep produksinya masih sama, crew inti di film CCST akan dipertahankan. Untuk tema, dia memilih tentang penghargaan ke orang tua. (dim/c4/ayi)
Pendapatan untuk Amal
PERAIH penghargaan MTV Indonesia 2002 untuk kategori Best Director atas karya klip video lagu Ngangkang milik Slank itu menyebut film pertamanya, Cita-Cita Setinggi Tanah (CCST), sebagai CSR. Bukan corporate social responsibility, melainkan creative social responsibility. Maksudnya kurang lebih menghasilkan karya yang berguna untuk kehidupan masyarakat.
Konsepnya sama dengan CSR yang biasa didengar. Dia tidak mengambil keuntungan sedikit pun dari pemasukan film CCST. Eugene mengatakan, seluruh pendapatan akan disumbangkan. Pendapatan untuk film pertamanya itu disumbangkan ke Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI). ”Saya coba riset tentang YKAKI. Hasilnya, kondisi mereka sangat menyedihkan. Akhirnya, diputuskan 100 persen buat mereka,” ujarnya.
Di samping itu, film yang prosesnya cukup lama tersebut merupakan proyek nazar. Selama 15 tahun menjadi sutradara, dia kerap menyisihkan uang dari pendapatannya. Setelah dikumpulkan selama bertahun-tahun, jumlahnya ternyata lumayan. Namun, saat hendak menyumbang, temannya bilang mending uang tersebut dibuatkan karya. Karena dia belum membuat film, media itu digunakan untuk ”membuang” uangnya.
Niat menyumbang tetap terlaksana, bedanya kali ini dari pendapatan film.Untuk filmnya lagi di tahun depan, Eugene ternyata masih asyik dengan konsep CSR. Meski belum produksi, film tersebut sudah memiliki calon yayasan yang bakal menerima kucuran rupiah. ”Tahun depan filmnya tentang penghormatan kepada orang tua. Nanti pendapatannya diberikan ke yayasan kanker payudara,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Eugene Panji juga punya kebiasaan membuatkan klip video secara gratis. Tapi, jangan keburu senang dan ramai-ramai menyampaikan materi lagu ke dia. Sebab, pria yang gemar memakai topi tersebut punya syarat dan ketentuan yang tidak bisa dilanggar, yakni bagus dan keren menurutnya.Sangat subjektif memang persyaratannya.
Tapi, itu sudah tidak bisa ditawar lagi kalau ingin dibuatkan klip video gratis olehnya. Sama dengan proyek film layar lebarnya, anggaran untuk membuat klip video tersebut juga sudah ditabungnya. ”Kalau suka, biasanya saya biayain. Ada dana khusus untuk itu,” katanya.
Nggak rugi? Eugene memastikan, proyek amalnya tidak membuat keuangan keluarga gembos. Sebab, cara tersebut juga bisa menjadi ajang mencari keuntungan meski bukan uang yang ditarget. Menurut dia, yang paling penting adalah profit peluang karena sudah investasi nama. Jadi, kalau dia punya proyek, investor lebih percaya. (dim/c6/ayi)
Berkesenian supaya Peka
PERNIKAHAN Eugene dan Meilany Adolfin Runtuwene beberapa tahun lalu telah dikaruniai dua anak. Mereka adalah Eugene De Moby Montaro, 7, dan Eugenea De Sade Basia, 4. Meski membebaskan anak-anaknya tumbuh menjadi apa pun, Eugene ingin mereka tetap berkesenian.
Seni, bagi Eugene, bukan hanya ladang untuk mendulang rupiah. Seni juga mampu bisa membentuk karakter manusia. Sisi yang dimaksud Eugene adalah rasa peka terhadap berbagai hal. ”Apa pun silakan, yang penting berkesenian. Supaya peka dengan kondisi masyarakat,” katanya
Memang, jalan anaknya untuk memilih masa depan masih panjang. Termasuk apakah mengikuti jejak ayahnya untuk menjadi sutradara atau tidak. Yang pasti, Montaro, anak laki-lakinya, saat ini emoh mengikuti jejak ayahnya meski tetap berada di lingkungan produksi film. ”Kata anakku yang cowok, nggak mau. Dia bilang, kerja ayahnya nggak jelas. Cuma duduk-duduk saja. Dia maunya jadi kamerawan,” imbuhnya.
Menceritakan kembali anaknya itu membuat Eugene tersenyum. Dia tidak mempermasalahkannya karena bertahun-tahun di bidang ini membuatnya sangat paham. Bagi dia, profesi yang dijalani saat ini bagaikan hutan. Siapa yang kuat bakal menang menjalani bidang kreatif tersebut. Itulah kenapa Eugene menyerahkan penuh pilihan kepada buah hatinya. Mau mengikuti jejaknya silakan, tidak juga bukan masalah. Yang penting, misi tetap berkesenian sebisa-bisanya tetap dijalani. (dim/c13/ayi)
Eugene Itu:
- Sudah 15 tahun jadi sutradara klip dan iklan.
- Menyumbangkan seluruh hasil dari dua film pertamanya.
- Rela tidak dibayar untuk membuat klip selama materi lagu keren.
- Ingin dua anaknya berada di jalur seni.
- Selalu melengkapi penampilan dengan topi.
1 comments On Eugene Panji Bikin Film dengan Cara Tak Biasa
minta foto-fotonya dong