Wawancara Eksklusif dengan Anwar Ibrahim: Janjikan Malaysia yang Tak Arogan

Anwar Ibrahim benar-benar langsung tancap gas untuk melakukan safari politik setelah divonis bebas dalam kasus sodomi Senin lalu (9/1). Kemarin (14/1) mantan deputi perdana menteri Malaysia yang baru pulang lawatan dari luar negeri itu menghadiri konvensi Pakatan Rakyat -koalisi oposisi yang dipimpinnya- di Alor Setar, Malaysia.

Dalam pidatonya, pria kelahiran 10 Agustus 1947 tersebut menggelorakan semangat pendukung menyongsong pemilu mendatang. Sosok yang diusung Pakatan sebagai calon PM itu mengumbar optimisme bahwa kubunya bakal menundukkan Barisan Nasional, koalisi yang menguasai Malaysia sejak negeri monarki konstitusional itu merdeka dari Inggris pada 1957.

Di tengah kesibukan di Alor Setar itu, Anwar menerima wartawan Jawa Pos DHIMAS GINANJAR untuk wawancara eksklusif. Berikut petikannya:

Bagaimana kabar Anda setelah perjalanan jauh dari India, Turki, dan langsung menjadi orator di Alor Setar?

Baik. Sangat baik

Kepastian kapan Pemilu Raya Umum (PRU) 13 sudah tahu?

Belum. Itu keputusan prerogatif pemerintah. Biasanya selalu mepet.

Maksudnya? Sepertinya sudah menjadi kebiasaan.

Pemilu di Malaysia berbeda dengan negara lain seperti Indonesia. Kalau di negara lain, kapan pemilu sudah diberitahukan jauh hari. Di sini tidak begitu. Biasanya, informasi baru keluar dua-tiga minggu setelah dibubarkannya parlemen. Bagi kami, jelas merugikan.

Apa ini bisa dimasukkan daftar kecurangan pemilu?

Bisa jadi. Sebab, persiapan seminggu untuk PRU mana bisa. Menjadi lahan empuk untuk melakukan kecurangan. Mulai manipulasi usia pemili, dua kali terdaftar untuk mengambil suara, hingga penggelembungan suara.

Keanehan yang lain adalah tidak adanya pemilu di luar Malaysia. Jadi, warga yang berada di luar akan kehilangan hak suaranya. Padahal, mereka yang jumlahnya jutaan adalah pemilih potensial kami. Kalau harus ikut pemilu, mereka harus kembali ke Malaysia.

Pemilih Potensial?

Ya karena mereka adalah orang-orang yang melek informasi. Seperti yang sering saya katakan, media di sini tidak independent, terutama media bahasa Melayu. Televisi juga seperti itu, tidak ada license untuk yang lain, kecuali pemerintah.

Ada contohnya?

Kasus yang menimpa saya. Media internasional banyak mengekspose, tetapi media lokal tidak. Ada banyak informasi yang tidak disampaikan secara menyeluruh ke masyarakat.

Tapi, Anda dan PR tentu sudah siap menghadapi pemilu. Bagaimana peluangnya?

Ya, kami sangat siap dan optimistis. Orang politik optimistis semua Ha… ha… ha.. Selain itu, dilihat dari PRU 2008, meski ada kecurangan, kami tetap menang total suara di Semenanjung (Malaysia bagian barat). Selain itu, prestasi kami jauh lebih baik daripada pemerintah. Daerah yang kami pimpin lebih baik, baik dari sisi investasi maupun kepedulian terhadap masyarakat. Kami juga yakin, di Pulau Pinang, Kedah, dan Selangor bukan saja menang lagi, tapi malah bertambah kursi. Begitu juga halnya dengan Serawak. Meski mungkin susah menang, kami yakin bahwa kursinya bertambah.

Bagaimana cara Anda meyakinkan warga bahwa PR yang terbaik?

Kami akan selalu mempertahankan apa yang benar. Termasuk prinsip idealisme menuju Malaysia baru. Saya juga ada empat tuntutan. Pertama, kalau benar sudah demokrasi, buktikan PRU nanti bersih, adil, dan tidak ada penipuan. Kedua, Najib tidak menawan orang Malaysia di luar negeri untuk bisa ikut pemilu. Termasuk membebaskan media massa Malaysia dari belenggunya.

Ketiga, badan kehakiman, termasuk polisi, harus dibawa tulus dan profesional. Alhamdulillah, saya dibebaskan. Tetapi, satu keputusan kecil tidak semestinya menyimpulkan bahwa hakim sudah adil. Secara institusional, harus dibenahi.

Keempat, saya minta diadakan debat terbuka dengan Najib tentang dasar negara ini. Ada perbedaan di politik nasional yang dibawa Barisan Nasional (BN) dan PR.

Anda sangat yakin bisa menang. Kalau demikian, bagaimana cara mempertahankan keutuhan koalisi (terdiri atas Partai Keadilan Rakyat, Partai Islam se-Malaysia, dan Partai Aksi Demokratik)?

Koalisi ini terbentuk setelah menang dan sudah tiga tahun. Selama ini baik-baik saja dan tidak ada masalah besar. Ketika saya dipenjara, sempat ada kekhawatiran bahwa oposisi bakal pecah. Tapi, ternyata tidak. Mereka (anggota koalisi, Red) sudah menyatakan siap mempertahankan itu semua kalau menang.

Memang di koalisi kami ada partai Islam. Tetapi, itu juga tidak memecah kami. Sebab, ada berbagai pendekatan yang disepakati. Saya juga tidak menafikan bahwa pernah ada konflik. Tapi, semua itu tidak sampai membuat kami pecah.

Setelah menang nanti, di benak Anda, Malaysia akan menjadi seperti apa?

Negara ini nanti ada di depan dan sangat demokratis. Juga progresif dalam berbagai ide. Namun, Malaysia baru tidak akan pernah toleran dengan kezaliman dan korupsi. Itu poin yang penting karena saya melihat BN hanya menyajikan data ekonomi, tetapi rakyat kurang dipedulikan.

Bagaimana hubungan Indonesia dan Malaysia nanti?

Ada beberapa rencana. Tapi, semua orang tahu bagaimana kapasitas saya tentang ini. Bagi kami, Indonesia termasuk jiran dan sangat penting. Ke depan tidak akan ada lagi arogansi sehingga semua bisa diselesaikan dengan cepat.

Memang, dalam beberapa kasus, Indonesia hipersensitif. Tapi, jangan sampai karena batik, perang… karena lagu, perang. Tapi, puncaknya juga pimpinan Malaysia yang arogan.

Seperti saat kasus lagu Rasa Sayange, saya menyesalkan pihak pemerintah tidak mau tahu dan menyebut itu lagu kami. Padahal, semua tahu, itu komentar bodoh, tidak paham situasi, dan itu sangat sensitif. Saya tahu orang Indonesia. Kalau kami mengaku khilaf dan mau membetulkan, pasti masalah batik cepat selesai.

Ada pesan untuk orang Malaysia di Indonesia?

Bagi pekerja atau profesional, saat pemilu nanti bisa pulang. Satu suara bisa membawa Malaysia menjadi lebih baik. Sedangkan untuk pelajar, selain terfokus kepada studi, harus membuka pintu informasi sebenarnya. Khususnya masalah politik yang selama ini tertutup di Malaysia. (*/c4/ttg)

Leave a Reply