Dunia desain interior Indonesia patut berbangga. Salah seorang praktisinya, Alex Bayusaputro berhasil menyabet penghargaan bergengsi di International Design & Architecture Awards 2014. Sentuhan tangan dinginnya juga menghasilkan sejumlah bangunan indah di Indonesia.
—
DENGAN bangga, Alex Bayusaputro menunjukkan gambar-gambar desain interiornya yang tersimpan di iPad. Salah satu yang dia anggap istimewa adalah gambar sebuah proyek rumah di Sidoarjo, Jawa Timur. Dia mendesain rumah tersebut pada medio 2012.
Ya, berkat desain rumah hunian itulah Alex meraih penghargaan International Design & Architecture Awards 2014. Penghargaan bergengsi di bidang desain arsitektur itu diprakarsai majalah Design et al yang bermarkas di Inggris.
”Saya memasukkan 10 project untuk empat kategori,” ujar Alex ketika ditemui di kantornya, kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan, awal Oktober lalu.
Dia tidak menyangka desain rumah yang didirikan di atas lahan 3.716 meter persegi itu akhirnya dinobatkan sebagai pemenang. Padahal, saat terbang ke London pada 12 September lalu, Alex sempat pesimistis bisa memenangi penghargaan itu. Sebab, dalam acara yang digelar di The Hurlingham Club, London, tersebut, dia tidak menemukan tanda-tanda garapannya bakal meraih penghargaan.
Mulai awal acara hingga menjelang penutupan, tidak ada seorang pun yang memberikan bocoran bahwa karya Alex di bawah bendera Genius Loci, perusahaan interior, arsitektur, dan desain yang didirikannya, akan menjadi pemenang
”Apalagi untuk tiga kategori yang sudah diumumkan kami nggak dapat. Saya pun sempat pasrah kalau ternyata nggak dapat apa-apa,” tutur pria kelahiran Surabaya itu.
Tidak disangka, pada pengumuman berikutnya, untuk kategori hunian seharga 5 juta poundsterling atau Rp 97,6 miliar, arsitektur dan desain interior proyek rumah hunian karya Alex (Genius Loci) di Sidoarjo tersebut dinyatakan sebagai peraih penghargaan. ”Wah, happy sekali kami waktu itu,” ungkapnya.
Alex layak berbangga atas raihan prestasi tersebut. Sebab, itulah penghargaan internasional pertama yang diperoleh untuk proyek arsitektur dan desain interior Indonesia.
Obrolan di ruang kerjanya itu lantas berlanjut pada detail hunian di Sidoarjo yang menyabet juara. Penggemar karya-karya sang maestro Affandi tersebut lalu mengajak Jawa Pos ”berjalan-jalan” menelusuri rumah mewah itu. Alex menjelaskan detail setiap ruangan, fungsi, hingga bahan yang digunakan untuk hunian dengan konsep party tersebut.
”Living room-nya seperti lobi hotel. Dibuatkan juga semacam apartemen yang terpisah dari bangunan induk, meski masih satu kompleks rumah. Apartemen dalam rumah ini untuk anaknya,” terang Alex sambil menunjuk sebuah ruangan bertingkat di ujung foto.
Lulusan Fashion Institute of Technology (FIT) New York itu kemudian ganti menceritakan kartu namanya yang diberikan kepada Jawa Pos saat awal bertemu. Dia menunjukkan huruf GL (Genius Loci) di ujung bawah sebelah kiri yang berlubang. ”Itu menunjukkan saya bukan desainer satu tipe,” terangnya.
Bila kartu nama itu diletakkan di atas kertas putih, huruf GL-nya ikut menjadi putih. Hal itu menunjukkan bahwa Alex menerima tantangan apa pun yang diberikan klien. Misalnya, dia pernah diminta mendesain interior sebuah bangunan dengan latar belakang wayang kulit. Wujudnya, Alex mengawinkan unsur Jawa dengan desain oriental atau Italia.
”Elemen apa saja bisa saya pasang dan menyenangkan. Itu signature saya. Koki kalau tahu bumbu bisa membuat makanan baru. Desainer kalau tahu materialnya bisa membuat rancangan baru. Mau resort, vila, rumah, apa saja,” tandas Alex yang juga mengerjakan banyak desain interior properti milik Pakuwon Jati Group tersebut.
Bukti dirinya tidak kaku terhadap suatu pola ditunjukkan lewat proyek Apartemen Uttara the Icon di Jogjakarta. Salah satu sudut apartemen yang didedikasikan untuk pematung Edhi Sunarso itu memiliki keunikan tersendiri. Yakni, interiornya tidak menggunakan kayu atau tidak boleh memotong pohon. Semua bahannya merupakan produk daur ulang. Contohnya, handle pintu kamar yang dibuat dari pipa ledeng. Begitu juga dengan kaki-kaki meja yang memanfaatkan gear kendaraan bermotor.
”Pokoknya, desainnya jadi asyik. Saya puas mengerjakannya,” tutur pria ramah itu.
Alex mengawali karir sebagai desainer interior sejak dikirim orang tuanya belajar ke Amerika Serikat. Orang tuanya menyekolahkan Alex ke Negeri Paman Sam agar kelak menjadi perancang berkelas. ”Padahal, ketika kecil, saya ingin sekali menjadi pelukis. Bahkan, saya berkali-kali menang lomba melukis tingkat Surabaya maupun Jawa Timur,” ceritanya.
Cita-citanya menjadi pelukis memang kandas. Tetapi, tidak berarti Alex tidak bisa menyalurkan hobinya melukis. Sebab, saat belajar arsitektur maupun desain interior, ilmu dasarnya juga melukis. Bahkan, sejak menempuh pendidikan di Fashion Institute Technology, New York, kecintaannya pada dunia desain interior terus tumbuh.
”Saya terinspirasi Tadao Ando, petinju Jepang yang kemudian menjadi arsitek terkenal di dunia. Saat melihat pamerannya, saya berpikir, kalau dia bisa, kenapa saya tidak?” tegasnya.
Akhirnya, Alex mampu meraih gelar bachelor of fine arts (BFA) pada 1992. Ada cerita yang tidak pernah dia lupakan pasca kelulusannya saat itu. Baru dua hari lulus, dia langsung melamar kerja ke perusahaan milik kakak kelasnya, Tony Chi, salah seorang desainer bangunan kondang di AS. Tony sempat heran membaca surat lamaran Alex. Sebab, yang dia cari adalah desainer yang berpengalaman, bukan yang baru lulus kuliah.
”Dia tanya, you baca koran nggak sih? Saya carinya yang senior,” ujar Alex menirukan ucapan Tony. ”Waktu itu saya masih muda, masih culun,” tambah Alex lantas tersenyum.
Tapi, Alex bersikeras ingin bekerja di perusahaan itu. Dia menegaskan kepada Tony bahwa dirinya siap bekerja, meski tidak dibayar. ”Intinya, kalau kata orang Surabaya, saya bonek, bondo nekat. Waktu itu, saya lalu disuruh pulang. Besoknya, saya boleh bekerja, saya diterima,” imbuhnya.
Setelah mendapat banyak pengalaman di AS, Alex pindah ke Singapura. Dia bekerja di sebuah perusahaan arsitektur dan desain interior milik orang AS yang bermarkas di Negeri Singa itu.
Kenyang bekerja di Steven J. Leach and Associated (1995-1999), Alex pindah lagi ke Suying Design (1999-2003). Baru setelah itu dia mendirikan Genius Loci bersama Benjamin Kim di Singapura. ”Kini saatnya saya ikut membangun negeri ini,” tegas kolektor benda-benda seni itu. (*/c5/ari)
3 comments On Alex Bayusaputro, Desainer Interior Indonesia Peraih International Design & Architecture Awards 2014
can I have the contact of Alex Bayusaputro
Hi, sorry for very late response. Do you still need it?
Arsitek keren yang banyak menginspirasi para juniornya. Memiliki dedikasi yang tinggi, ditunjang otak genius dan kreatifitas tinggi. Salut untuk Alex Bayusaputro