Sembari berkeliling Kuala Lumpur, Nurul Izzah bercerita kepada wartawan Jawa Pos DHIMAS GINANJAR mengenai berbagai sisi kehidupannya yang selama ini mungkin luput dari perhatian publik. Seperti apa?
DHIMAS GINANJAR, Kuala Lumpur
—
PUKUL 10.00 kemarin (16/1), kafe La Bodega di kawasan Bangsar, Kuala Lumpur, belum terlalu ramai. Hanya tiga kursi yang terisi. Di salah satu kursi di pojok kafe, duduk seorang perempuan berkerudung. Cantik. Dialah Nurul Izzah binti Anwar.
Sejurus kemudian, Nurul mengajak Jawa Pos naik ke kendaraannya. Perempuan 31 tahun itu mengaku cukup sibuk akhir-akhir ini. ”Jumat di Pahang, Sabtu ke Alor Setar, Minggu di Negeri Sembilan, sekarang di KL,” ujarnya.
Karena itulah, dia mengajak koran ini untuk mengikutinya ke beberapa tempat yang harus dikunjungi. Jika tidak demikian, Nurul memastikan wawancara tidak akan bisa berlangsung lama. ”Jadi, selama perjalanan, kita bisa interview lebih banyak,” imbuhnya.
Tujuan awal pagi itu adalah Institut Jantung Negara (IJN) di jantung Kota Kuala Lumpur. Ada kerabat yang harus dia jenguk. Sepanjang perjalanan, Nurul bercerita banyak tentang politik. Terutama targetnya untuk menang dalam Pemilihan Raya Umum (PRU) 13. Juga, impian Malaysia baru yang diusung partainya.
Perjalanan menuju IJN sekitar 30 menit. Saat Nurul turun dari kendaraan, sang sopir yang bernama Firdaus menyampaikan kekaguman. Dia menyebut majikannya itu perempuan super karena seakan tidak ada lelahnya. ”Hari ini (kemarin, Red) berangkat sejak pukul 07.00. Padahal, sebelumnya berkeliling tiga kota,” ungkapnya.
Firdaus sudah tiga tahun menemani Nurul. Dia pun tahu benar sifat anak sulung Anwar Ibrahim itu. Nurul tidak membatasi diri dengan rakyat dan tidak ragu menyapa balik orang yang menegurnya. Benar saja, begitu keluar dari IJN, Nurul tampak akrab berbincang dengan perempuan tua.
Obrolan dengan istri Raja Ahmad Shahrir itu makin menarik ketika membicarakan kehidupan lain di luar politik. Nurul mengaku bisa bermain musik, terutama gitar yang biasa menemaninya saat awal berkarir di politik 13 tahun lalu. ”Dulu sering perform juga di tengah kegiatan yang sasarannya anak muda,” katanya lantas tertawa.
Sayangnya, keahlian bermain musik itu harus dia tanggalkan. Sekarang Nurul tidak lagi punya banyak waktu untuk bermain musik. Untuk membesarkan hati, dia lantas menyebut diri sebagai politikus, bukan pemusik. ”Sedikit paham tak apa, tapi berilah kesempatan kepada pemusik profesional untuk perform,” ujarnya.
Meski wajahnya kalem, anggota parlemen Lembah Pantai itu tidak ragu menyebut musik rock dan alternatif sebagai favoritnya. Dia menyatakan, jenis musik itu bisa membangkitkan gairah saat bosan dan lelah tiba. Apalagi mendekati PRU seperti saat ini.
Dia lantas merogoh kantong di belakang kursi sebelah kiri. Diambilnya album Radiohead bertajuk Hail to the Thief. Menurut dia, album yang dirilis Juni 2003 oleh band asal Inggris tersebut adalah yang terbaik. Dia suka seluruh materi lagu dan kerap memutarnya di mobil.
”Saya kecewa mereka tidak ke sini. Tapi, kalau jadi ke Indonesia, saya akan ke sana,” tutur Nurul.
Album Radiohead tersebut seolah menjadi barang ”wajib” di dalam mobilnya, Toyota Estima. Barang lain di mobil Nurul adalah Alquran ukuran sedang, jaket hitam, kaus partai, buku bacaan, dan laptop. Salah satu buku yang dikoleksi Nurul adalah King of the Castle Choice and Responsibility in the Modern World karya Charles Le Gai Eaton.
Bukankah lagu pop lebih cocok untuk sosoknya yang anggun dan kalem? Nurul terbahak. Dia menyebut lagu pop sangat membosankan. Selain musik, Nurul yang menjadi anggota parlemen setelah mengalahkan Shahrizat Abdul Jalil pada 2008 itu membuat pengakuan lain. Bagi dia, fashion adalah hal yang paling berbahaya saat ini. Alasannya, bisa menguras kantong kalau sudah terhipnotis tren. ”Tak ada duit lah,” kelakarnya.
Ibu Raja Nur Safiyah (lahir 2007) dan Raja Harith (lahir 2009) itu memang selalu tampil sederhana. Tidak menggunakan perhiasan berlebihan dan selalu tampil dengan baju muslimah. Dia begitu percaya diri meski tanpa menggunakan make-up tebal.
Gara-gara penampilannya yang sederhana dan berani menjadi oposisi, Nurul sempat dijuluki ibu Kartini-nya Malaysia pada 1998. Itu berarti saat dia masih berusia 18 dan baru turun ke panggung politik. Tidak seperti remaja perempuan lain, Nurul memilih ikut berbaris bersama ayahnya menjadi oposisi.
Pada tahun yang sama, Nurul sudah diberi cobaan, yakni saat kali pertama Anwar dituduh melakukan sodomi. Tapi, kasus tersebut justru membakar spirit Nurul. Dia rela menukar masa remajanya untuk berjuang melawan pemerintah.
”Bagi saya, itu bukan kehilangan masa remaja. Tapi, menjadi lebih berguna sejak remaja,” tegasnya. Bagi dia, dirinya justru bakal kehilangan masa remaja kalau hanya bersenang-senang.
Perempuan kelahiran 19 November 1980 itu mengaku terinspirasi tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi. Menurut dia, Suu Kyi adalah sosok yang fenomenal karena bisa berjuang tanpa dukungan penuh keluarga. Berbeda dari kondisi dirinya saat ini yang sesungguhnya jauh lebih baik daripada Suu Kyi.
Apa pun kondisinya, Nurul tetaplah seorang perempuan. Dia mengakui bahwa hatinya kerap tersayat saat pemerintah kembali mengeluarkan fitnah kepada ayahnya untuk kali kedua. ”Alhamdulillah, ibu saya (Wan Azizah Wan Ismail, Red) bersabar dan sering memberikan kekuatan,” ungkapnya.
Meski mengekor jejak ayahnya, dia mengaku tidak terbebani nama Anwar Ibrahim. Menurut Nurul, yang dia lakukan sekarang atas nama dirinya sendiri. Yang menakar masa depan adalah diri sendiri, bukan ayah. ”Saya tak menafikan sejarah. Saya bangga menjadi anak Anwar Ibrahim,” tegasnya.
Dunia politik yang diterjuni Nurul bukan tanpa risiko. Meski mengaku tidak pernah diancam secara personal, ada yang mengarahkan ancaman itu kepada anaknya. Suatu ketika, ada orang yang mengirimkan kabar bakal berbuat tidak pantas kepada anaknya. Belakangan, ancaman itu tak terbukti. ”Memang sulit menjadi politikus perempuan,” urainya.
Pamor Nurul tidak hanya mencorong di dalam negeri. Banyak penggemarnya di luar Malaysia. Misalnya, di Indonesia. Karena itu, dia sering diundang ke Indonesia untuk mengisi berbagai kegiatan.
Di tengah seabrek kegiatan, Nurul berusaha tetap menjadi istri yang taat kepada suami dan keluarga. Dia mengungkapkan, sesibuk apa pun, urusan keluarga harus beres sehingga restu suami didapat. ”Saya benar-benar bernasib baik karena suami mendukung,” ucapnya. (*/c5/ca)